Dua tahun kebelakang, ayahku menjadi yatim-piatu dan ibuku menjadi yatim. Bercerita mengenai kehilangan, aku semakin merasa egois. Aku hanya ingin selamanya; bukan sementara. Mengapa tiba-tiba?
Tiba-tiba Datuk meninggal. Mungkin giliranku juga nanti akan tiba-tiba.
Aku juga ingin tiba-tiba sembuh. Tiba-tiba tidak lagi merasa cemas saat berjalan. Atau tiba-tiba semuanya menjadi utuh kembali. Manusia sangat kompleks, aku tidak suka. Namun, aku adalah spesies manusia juga. Sekarang sudah bisa menurunkan kadar keras kepalaku.
Datuk, bagaimana kabar? Dulu aku pamit meninggalkan kampung halaman untuk membangun usaha. Datuk tetap mendukung, namun menyarankan aku bekerja. Sekarang, aku sudah bekerja tuk… Aku mengikuti saran datuk saat ini. Aku tekan egoku. Sekarang aku sudah terbiasa.
Sudah dua tahun aku tidak menemani datuk untuk menghantarkan zakat. Karena dulu selalu datuk minta ditemani; karena kaki datuk sudah bengkok dan sakit untuk berjalan. Aku sudah tidak pernah menghantarkan zakat lagi tuk. Mungkin tahun depan; akan ku temani ayah untuk menghantarkan zakat sebelum lebaran. Dulu, kita sering berangkat bersama untuk sholat Jum’at. Karena, aku senang melihat punggung Datuk di saf paling depan. Untuk saat ini, kadang aku berangkat sendiri. Kadang juga absen tuk, maafkan.
Sekarang pun aku sangat suka makan nasi dingin seperti Datuk. Aku bisa nambah; kalau lauk nya enak. Padahal aku tidak suka makan.
Aku sudah sangat jarang menelepon nenek tuk, maafkan. Banyak yang terjadi setelah kepergian datuk… dan aku merasa semua terlalu banyak menumpuk hingga aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Terakhir aku pinjam mesin ketik Datuk saat masih muda untuk sajak pameran seni saat kuliah. Sekarang masih ada tuk… akan aku simpan.
Aku ingin menatap lagi mata teduh yang membuat aku tersadar pernah merasa kecil. Aku tersadar; saat ini dewasa adalah harus. Sehingga, aku merubah cara pandang ataupun sikap terhadap sebuah masalah. Aku seperti air, yang berusaha untuk sesuai dengan wadah yang selanjutnya. Melepas kepergian Datuk, adalah sebuah keharusan yang pahit. Terimakasih terkadang sudah mampir kedalam mimpi. Aku belajar mengenai kehilangan disaat dewasa ini.
Sampai berjumpa lagi tuk, aku sangat berharap bisa bertemu kembali nanti. Terima kasih telah membuat ayah dan ibuku menjadi manusia yang sangat aku bangga kan.
Setiap hari mereka merasakan berat yang tidak bisa kami bagi. Maka dari itu, aku rasa sudah cukup untuk menambahkan lagi. Maka aku tuliskan malam ini bersama segerombolan semut yang ikut menyantap minumanku; segelas teh panas yang engkau suka.